Tafsir Al-Mishbah: Carilah Rezeki yang Halal di Jalan Allah
Tafsir Al-Mishbah adalah kolom tafsir Al-Quran yang diasuh Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab, M.A.
dan hadir di sisipan laporan Ramadhan harian umum Media Indonesia.
dan hadir di sisipan laporan Ramadhan harian umum Media Indonesia.
TAFSIR Al-Mishbah kali ini mengupas ayat 84-95 Surah Hud. Ulasan diawali dialog Nabi Syuaib as dengan kaumnya dalam mengabarkan perintah Allah agar bersikap adil dan tidak berbuat kerusakan di muka bumi. Kisah itu terdapat dalam Surah Hud ayat 84.
Ayat yang menceritakan Nabi Syuaib tersebut berbunyi, “Dan kepada (penduduk) Madyan (Kami utus) saudara mereka, Syuaib. Ia berkata: ‘Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia. Dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan, sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan yang baik (mampu) dan sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan azab hari yang membinasakan (kiamat)’.”
Setiap Nabi memberikan dakwah yang berbeda-beda kepada umat masing-masing. Nabi Syuaib dalam hal ini meminta agar umatnya, kaum Madyan, menyempurnakan timbangan jual beli. Sebabnya, bangsa pedagang itu ternyata sering curang dalam berbisnis.
Nabi Syuaib di sini mengkritik keras kaum Madyan yang sebenarnya telah berkecukupan, tapi masih saja berbuat kecurangan. Sudah senang, sudah kaya, tetapi masih korupsi.
Ayat lanjutannya, yakni ayat 86, berbunyi: “Sisa (keuntungan) dari Allah lebih baik bagimu jika kamu orang-orang yang beriman. Dan aku bukanlah seorang penjaga atas dirimu.”
Ayat itu menyimpan makna lainnya, agar kaum Madyan berlaku adil dan menyempurnakan takaran sehingga kedua pihak (penjual dan pembeli) menjadi senang.
Hal itu juga bisa diartikan bahwa menjaga hubungan harmonis ketimbang mengambil untung banyak lebih disenangi Allah dan lebih menguntungkan bagi pelakunya. Jangan hanya melakukan kegiatan yang mengambil untung banyak tapi terputus-putus, tetapi lebih baik satu kegiatan yang sedikit tapi berkesinambungan.
Kemudian kala menjawab ajakan Nabi Syuaib, seperti dijelaskan pada ayat 87, kaum Madyan menjawab, “Mereka berkata: Hai Syuaib, apakah sembahyangmu menyuruh kamu agar kami meninggalkan apa yang disembah bapak-bapak kami atau melarang kami memperbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami? Sesungguhnya kamu orang yang amat penyantun lagi berakal.”
Jika dimaknai dalam kehidupan sehari-hari, intinya ayat itu menyatakan umat Nabi Syuaib ingin menerapkan perdagangan bebas sesuka mereka tanpa memperhatikan nilai ekonomi. Padahal, Allah menetapkan nilai ekonomi bahwa harta benda kita tidak boleh dipakai untuk bermaksiat. Kita juga tidak boleh mendapatkan harta dari hasil mengeksploitasi orang lain.
Diberi Azab
Namun pada ayat selanjutnya, ayat 88-93, kaum Madyan malah menentang Nabi Syuaib. Mereka mengingkari ajakan Nabi Syuaib untuk menyembah Allah dan berbuat kebaikan, seperti berlaku adil dan berbisnis dengan baik.
Dua ayat selanjutnya, 94-95 Surah Hud, menceritakan bagaimana kaum Nabi Syuaib dibinasakan oleh Allah Swt. “Dan tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Syuaib dan orang-orang yang beriman bersama-sama dengan dia dalam rahmat dari Kami, dan orang-orang yang zalim dibinasakan oleh satu suara yang mengguntur, lalu jadilah mereka mati bergelimpangan di rumah mereka.”
Dari situ kita bisa mengambil hikmah bahwasanya rezeki semua makhluk di dunia telah ditanggung Allah Swt. Kita tidak boleh meragukan hal itu, dan dengan keyakinan jaminan Allah, kita hendaknya semakin bersemangat mencari harta yang halal dan juga baik serta rajin menyedekahkan di jalan Allah.
Sumber: Rahmat Semesta Alam | Media Indonesia | Selasa, 16 Juli 2013
*dengan penyuntingan seperlunya.
*dengan penyuntingan seperlunya.
0 komentar: