Tafsir Al-Mishbah: Hormati Orang Lain dengan Menjawab Salam
Tafsir Al-Mishbah adalah kolom
tafsir Al-Quran yang diasuh Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab, M.A.
dan hadir di sisipan laporan Ramadhan harian umum Media Indonesia.
dan hadir di sisipan laporan Ramadhan harian umum Media Indonesia.
TAFSIR Al-Mishbah kali ini tiba pada pembahasan Al-Quran Surah Hud ayat 69-83.
Dalam ayat-ayat itu diceritakan mengenai kisah dua nabi sekaligus yakni, Nabi Ibrahim, yang gembira mendapatkan kabar dari Allah Swt bahwa bakal memiliki seorang putra, dan Nabi Luth, yang kaumnya mendapat azab karena ingkar kepada wahyu Allah.
Pada dasarnya kisah nabi-nabi Allah di dalam Al-Quran, kecuali kisah Nabi Yusuf, merupakan fragmen-fragmen kisah semata, agar kita bisa mengambil hikmah di dalamnya.
Seperti dalam ayat 69 tertulis, ‘Dan, sesungguhnya utusan-utusan Kami (malaikat-malaikat) telah datang kepada lbrahim, dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan: Kami memberi salam mohon kiranya penghuni rumah dilimpahi keselamatan.’
Kemudian Ibrahim menjawab: Selamatlah (saya berdoa semoga keselamatan itu mantap dan berkesinambungan untuk kamu semua).
Tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang.
Jawaban Nabi Ibrahim tersebut menjelaskan tuntunan dari agama bila ada yang menghormati Anda dengan ucapan salam harus menjawab sama.
Terkait dengan makanan yang disuguhkan, dahulu makanan yang paling istimewa adalah yang dipanggang. Di sini dijelaskan bahwa Nabi Ibrahim menghormati para tamunya.
Selanjutnya, pada ayat 70 diterangkan, ‘Maka tatkala dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka, dan merasa takut kepada mereka.
Malaikat pun berkata: Jangan kamu takut, sesungguhnya kami adalah (malaikat-malaikat) yang diutus kepada kaum Luth.’
Pesan di balik ayat ini adalah tuan rumah harus menghormati tamu dengan menghidangkan makanan. Sebaliknya, tamu menghormati tuan rumah dengan mencicipi makanan. Namun, di sini Nabi Ibrahim tidak tahu bahwa tamu yang datang itu adalah malaikat yang memang tidak makan dan minum.
Ayat lanjutannya, ayat 71, berbunyi, ‘Dan istrinya berdiri (di balik tirai) lalu dia tersenyum, maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishak dan dari Ishak (akan lahir putranya) Ya’qub.’
Kemudian, pada ayat 72 diterangkan, ‘Istrinya berkata: Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamiku pun dalam keadaan sudah tua pula? Sesungguhnya, ini benar-benar suatu yang sangat aneh.’
Pada ayat itu, istri Nabi Ibrahim, Siti Sarah, menyatakan ketidakmampuan dirinya sebelum suaminya. Dalam ayat ini, kita dapat mengambil hikmah bahwa menutupi aib suami ialah suatu keharusan seorang istri.
Kemudian jawaban Siti Sarah itu dibantah para malaikat yang mengingatkan kembali kepada kekuasaan Allah yang tidak terbatas.
Kemudian, pada ayat 74-76 dijelaskan, lantaran sadar tamunya malaikat, Nabi Ibrahim mendiskusikan kaum Nabi Luth yang saat itu mempraktikkan homoseksual. Malaikat itu pun diutus untuk memberi azab bagi kaum Luth.
Pada ayat 77-83 diterangkan azab yang dijatuhkan kepada kaum Nabi Luth itu tidak bisa lagi dihindari.
Saat malaikat mendiskusikan ihwal rencana Allah menurunkan azab bagi kaum Nabi Luth, Nabi Ibrahim, yang memiliki sifat pemaaf dan serba kasihan, meminta malaikat agar menangguhkan azab itu. Malaikat menjawab, ‘itu sudah
ditetapkan Allah.’
Hingga azab itu diturunkan seperti tertuang pada ayat 82. ‘Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi.’
Dari ayat-ayat itu, pelajaran yang dapat dipetik dalam dua kisah Nabi Allah adalah adab dalam kehidupan sehari-hari mengenai bagaimana cara Islam sebagai agama pemberi rahmat sekalian alam mengajarkan umatnya untuk senantiasa menghormati orang lain, bahkan hal itu bisa dimulai dengan menjawab salam.
Pelajaran lainnya adalah ketentuan Allah tak bisa diganggu gugat sekalipun sesuatu itu tak mungkin bagi manusia. Sebabnya, hal itu bukan kendala sama sekali untuk diwujudkan Allah Swt.
Sumber: Rahmat Semesta Alam | Media
Indonesia | Senin, 15 Juli 2013
*dengan penyuntingan seperlunya.
*dengan penyuntingan seperlunya.
0 komentar: