Tafsir Al-Mishbah: Bersabar dalam Menyiarkan Kebaikan
Tafsir Al-Mishbah adalah kolom tafsir Al-Qur'an yang diasuh Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab, M.A.
dan hadir di sisipan laporan Ramadhan harian umum Media Indonesia.
dan hadir di sisipan laporan Ramadhan harian umum Media Indonesia.
TAFSIR Al-Mishbah kali ini membahas surah Hud ayat 36-49. Surah ini berkisah tentang kaum Nabi Nuh AS yang tetap ingkar. Namun, ada juga yang beriman secara tulus dan menjadi pengikut setia Nabi Nuh.
Kaum yang ingkar menganggap hanya orang-orang terpinggirkan yang pantas menjadi pengikut Nabi Nuh. Padahal, tidak pernah ada perbedaan kelas juga paksaan dalam beragama.
Meski demikian, Nabi Nuh tidak merasa berputus asa dalam berdakwah. Justru Allah Swt yang menegaskan sudah tidak ada harapan bagi kaum Nuh yang ingkar untuk mendapatkan hidayah. Ketegasan tersebut diwahyukan Allah dalam Surah Hud ayat 36 yang berbunyi, “Dan diwahyukan kepada Nuh, bahwasanya sekali-kali tidak akan beriman di antara kaummu, kecuali orang yang telah beriman (saja). Karena itu, janganlah kamu bersedih hati tentang apa yang selalu mereka kerjakan.”
Jangan pernah berputus asa dalam mengajak orang menuju kebaikan, kecuali orang tersebut terbukti memang tidak bisa lagi diajak menuju kebaikan, seperti Nabi Nuh yang tidak berputus asa terhadap kaumnya.
Nabi Nuh malah merasa sedih dengan pilihan kaumnya untuk tetap menjadi kafir. Maka, Allah menghibur dengan kalimat, “Janganlah kamu bersedih atas apa yang mereka kerjakan.”
Setelah dihibur seperti itu oleh Allah, Nabi Nuh berdoa agar kaumnya yang ingkar tersebut dimusnahkan karena mereka akan melahirkan keturunan-keturunan yang ingkar di masa mendatang.
Sebagai jawaban atas doa tersebut, Allah langsung memberikan perintah cukup teknis, agar Nabi Nuh membangun bahtera. Wahyu tersebut (QS 11:37) berbunyi, “Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zalim itu. Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.”
Ayat selanjutnya (QS 11:38) berbunyi, “Dan mulailah Nuh membuat bahtera. Dan setiap kali pemimpin kaumnya berjalan melewati Nuh, mereka mengejeknya. Berkatalah Nuh: ‘Jika kamu mengejek kami, sesungguhnya kami (pun) mengejekmu sebagaimana kamu sekalian mengejek (kami)’.”
Azab Datang
Ayat selanjutnya ialah tentang akhlak yang baik, yaitu jika ada yang mengejek, seyogianya diam. Jikalau berulang-ulang, barulah bermohon agar Tuhan yang membalasnya. Dalam lanjutan ayat tersebut (QS 11:39), Nuh pun menjawab, “Kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa azab yang menghinakannya dan yang akan ditimpa azab yang kekal.”
Ayat 40-41 menyebutkan azab Allah benar-benar datang. Allah menurunkan air bah dari langit dan dari bawah bumi serta menenggelamkan kaum Nuh yang kafir. Orang-orang yang beriman kepada Allah selamat di dalam bahtera, termasuk sepasang hewan dan tumbuhan yang diperintahkan Allah agar diselamatkan oleh Nuh.
Di antara orang-orang yang ingkar tersebut ada anak kandung Nabi Nuh, yang termasuk ditenggelamkan oleh Allah. Hingga akhir banjir, Nuh mengajak anaknya masuk ke bahtera, tetapi si anak lebih memilih pergi ke gunung. Setelah itu, ia dihantam gelombang.
Dalam ayat tersebut jelaslah bahwa amalan seseorang tidak dilihat berdasarkan keturunannya. Pesan mengenai amalan tidak berdasarkan keturunan itu terpresentasi dalam Surah Hud ayat 42-47. Pada ayat 48 diceritakan, semua pengikut Nabi Nuh selamat dan memulai kehidupan baru.
Pada ayat ke-49, Allah mengatakan kepada Nabi Muhammad, “Itu di antara berita-berita penting tentang yang gaib yang Kami wahyukan kepadamu (Muhammad); tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak (pula) kaummu sebelum ini. Maka bersabarlah, sesungguhnya kesudahan yang baik ialah bagi orang-orang yang bertakwa.”
Sumber: Rahmat Semesta Alam | Media Indonesia | Jumat, 12 Juli 2013
*dengan penyuntingan seperlunya.
*dengan penyuntingan seperlunya.
0 komentar: