Tafsir Al-Mishbah: Manusia Dilengkapi Potensi untuk Mengelola Bumi
Tafsir Al-Mishbah adalah kolom tafsir Al-Quran yang diasuh Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab, M.A.
dan hadir di sisipan laporan Ramadhan harian umum Media Indonesia.
dan hadir di sisipan laporan Ramadhan harian umum Media Indonesia.
TAFSIR Al-Mishbah kali ini masih membahas Al-Quran Surah (QS) Hud. Pada ayat-ayat sebelumnya telah diceritakan kisah-kisah para nabi dan rasul Allah yang mendapat penentangan dari kaum mereka.
Pada Surah Hud ayat 61-68, Al-Quran berkisah tentang Nabi Shaleh yang diturunkan Allah kepada kaum Tsamud untuk menyebarkan kebaikan dan mendakwahkan ajaran Allah.
Ayat 61 berbunyi: “Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi
memperkenankan (doa hamba-Nya).”
Ayat itu menceritakan bahwa ajaran Nabi Shaleh tak berbeda dengan nabi-nabi sebelumnya, yakni tentang tauhid (keesaan) Allah. Semua nabi mengajarkan kepercayaan akan adanya hari kemudian, kepercayaan pada pembawa pesan Allah yakni para nabi dan rasul, juga mengajarkan adanya malaikat. Itu semua merupakan rukun iman yang sama pada setiap generasi nabi.
Dalam ayat itu pula Nabi Shaleh menekankan manusia menyembah Allah dan beribadah kepada Allah. Ia mengatakan Allah itu yang menciptakan manusia dari bumi. Banyak ulama mengartikan kata bumi dengan tanah. Asal mula manusia itu dari tanah.
Perihal makna muasal tersebut ada yang lantas lebih memerinci dan menyatakan bahwa manusia itu lahir dari pertemuan antara sperma dan ovum. Sperma dan ovum itu terbentuk melalui makanan kita, daging dari hewan maupun makanan dari tumbuhan. Hewan yang dagingnya dimakan manusia juga mendapatkan makanannya dari tumbuhan. Itu sebabnya, kata para pakar, kalau diamati, unsur-unsur manusia sebenarnya mengandung semua unsur tanah. Sebaliknya, unsur-unsur yang ada pada tanah juga ada pada manusia.
Pesan selanjutnya yakni Allah menugaskan manusia untuk memakmurkan bumi. Sejak dulu, tujuan Allah menciptakan manusia ialah untuk memakmurkan bumi. Makna memakmurkan bumi yakni mengolahnya sehingga manusia bisa hidup nyaman di bumi.
Allah ketika menugaskan seseorang atau satu makhluk, pasti makhluk itu telah dianugerahi potensi agar mampu melaksanakan tugasnya. Nah, ketika Allah menugaskan manusia untuk memakmurkan bumi, Allah sudah membekali manusia dengan potensi yang sesuai dengan tujuan-Nya.
Itu sebabnya ketika para malaikat bertanya kenapa bukan mereka yang ditugaskan ke bumi, itu karena malaikat tidak diberi potensi.
Manusialah yang diberi potensi. Potensi itu antara lain punya inisiatif. Sementara malaikat hanya mengerjakan apa yang diperintah Allah. Manusia memiliki inisiatif untuk mengawinkan tumbuhan, misalnya, supaya jenis tumbuhan semakin berlimpah. Malaikat tidak memiliki inisiatif untuk itu.
Potensi manusia lainnya ialah akal serta pengalaman. Adam di surga mendapat pengalaman yang diwariskan kepada generasi-generasi sesudah Adam. Karena itu, kita memiliki pengetahuan bahwa di surga segala kebutuhan Adam terpenuhi. Itu pengalaman yang dianugerahkan Allah kepada manusia sebelum diterjunkan ke bumi.
Jauh sebelum Allah menciptakan manusia, Allah sudah menyatakan pada malaikat, “Saya akan menciptakan makhluk yang tugasnya di bumi untuk memakmurkan bumi.” Namun sebelum Adam turun ke bumi, ia transit di surga. Tujuannya supaya memperoleh pengalaman dan bisa membentuk bayang-bayang surga di bumi.
Menurut para malaikat, karena manusia memiliki inisiatif maka manusia pastilah rentan berbuat kesalahan. Sebelum manusia diciptakan, malaikat bertanya, “Untuk apa menciptakan makhluk yang nanti akan melakukan kesalahan.” Allah menjawab, “Saya tahu apa yang kamu tidak tahu.”
Sumber: Rahmat Semesta Alam | Media Indonesia | Minggu, 14 Juli 2013
*dengan penyuntingan seperlunya.
*dengan penyuntingan seperlunya.
0 komentar: